Kepala Sekolah menanya kepada para siswa-siswi sudah berapa jauh bertadarus atau membaca Al Qur'an. Pada pembukaan Pondok Ramadhan 1446 H itu kebetulan di hari ke-17 bulan puasa. Jadi pas dengan momen peringatan Nuzulul Qur'an, kira-kira demikian. Pak KS sendiri mengaku sudah mengaji sampai juz 22, ma sya Allah tabarakallah, sudah cukup jauh. Itu sudah melebihi one day one juz, satu hari satu juz. Penulis sendiri baru berhasil rata-rata sehari setengah juz, alhamdulillah juga meski kurang he he. Semoga dapat lebih cepat lagi, walaupun membaca Al Qur'an itu bukan balapan. Ini bagian dari fastabiqul khayrat, berlomba dalam kebaikan, khususnya di bulan mulia, Bulan Ramadhan.
Istimewa sekali, ketika Pak KS melontar pertanyaan adakah
yang sudah sampai di atas juz 20? Satu siswi mengacungkan tangan. Saat di depan dan ditanya lagi, ia bahkan
mengaku telah khatam dua kali dan kini sudah sampai juz 15 lagi. Ma sya Allah
tabarakallah. Pak KS sangat terharu dan berucap betapa orang tua siswi yang
bernama Nasya Putri Juli Yustina kelas 9E ini pasti senang mempunyai anak shalihah,
yang ditunjukkan dengan kesungguhan mengaji tersebut.
Yang menyaksikan ini umumnya tak membayangkan betapa anak
itu begitu rajin, konsisten atau istiqamah dalam mengaji, tadarus. Boleh kita berpikir
bahwa ia masih anak-anak yang ounya waktu longgar, sedang libur sekolah atau sedang masa
belajar di rumah, ia tak memiliki tanggungan tugas atau pekerjaan. Namun, ia
telah membuktikan telah melebihi, jauh melebihi, anak-anak lainnya dalam mengaji, yang notabene juga punya kelonggaran yang sama. Ini adalah kebaikan yang patut dicatat dan diapresiasi, dikabarkan
untuk menjadi refleksi, inspirasi dan motivasi. Seberapakah kedekatan kita
dengan kitab suci, pedoman dan penuntun hidup, yang kita imani, Al Qur.an, ini?
Kecintaan dan pemahaman terhadap satu-satunya mukjizat yang masih ada ini
adalah penentu kedekatan kita.
Sementara itu, tetangga penulis, Pak Haji dan Bu Hajjah biasa berlama-lama di masjid sesudah menunaikan shalat Subuh. Setelah berdzikir beberapa saat kemudian mereka mengambil Al Qur'an, mengaji hingga waktu syuruq, sekitar pukul 6 pagi atau kurang. Sehabis melakukan shalat sunnah Syuruq 2 rakaat baru turun dari masjid, pulang. Merujuk sebuah hadits bahwa kebaikan amaliah berdzikir di masjid setelah Subuh hingga waktu Syuruq pahalanya seperti menunaikan haji, umrah yang sempurna. sempurna, sempurna. Kita yang tidak atau belum menjalankannya boleh 'meng-iri" untuk dapat pula bersama mereka atau seperti mereka, in sya Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah shalallaahu 'alayhi wassalam seperti dikatakan Anas r a.: 'Barang siapa shalat Subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah subhaanahu wara'ala sampai terbit matahari, kemudian ia shalat dua rakaat, maka amalan itu sama dengan pahala menunaikan ibadah haji dan umrah secara sempurna, sempurna dan sempurna.' (HR Attirmidzi dan ia mengatakan hadits ini hasan)
Ada pula ibu rumah tangga yang di rumah sehari-hari hanya dapat ‘belajar’
mengaji sebentar-sebentar, sedikit-sedikit, yang berjuang sebagai pemula berusaha
selalu konsisten menjalankannya, in sya Allah. Di rumah, ia lebih banyak
mengurus kebutuhan anggota keluarga sehingga berlama-lama di dapur, bersih-bersih, diselingi keluar berbelanja melengkapi kebutuhan dapur, serta mengerjakan tugas dinas dan
urusan pekerjaan lainnya. Penulis pun mengapresiasi dan bersyukur dan menilai
itu adalah salah satu bentuk jihad seorang wanita. Dengan itu semoga ia senantiasa dikaruniakan
hidayah dan ada rahmat Allah yang kelak mengantarkan ke surga-Nya. Aamiin.
Kebaikan atau amal shalih boleh dikata fleksibel dan luas. Ajaran agama memberikan keleluasaan dalam melakukan kebajikan sesuai dengan kemampuan. LaayukallifuLlahi nafsan illaa wus'aaha. Tentu saja ada hal-hal yang standar, pakem, yang semua harus menjalankan, tak dapat ditinggalkan atau digantikan dengan amal lain. Sebutlah, ibadah shalat lima waktu merupakan kewajiban untuk seluruh orang beriman. Shalat pembeda keimanan dan kekafiran. Dalam melaksanakannya tersedia rukhshah atau keringanan untuk yang mengalami keterbatasan. Misalnya untuk yang sedang sakit boleh menunaikan dengan duduk atau berbaring karena tak kuat berdiri. Untuk musafir, yang tengah bepergian, shalat di dua waktu dapat di-jama’, digabung, atau dikurangi jumlah rakaatnya , di-qashar.
Tergambar dari contoh-contoh di atas, kebaikan atau amal shalih di luar ibadah mahdhah, begitu luas, banyak pilihan, sesuai kondisi, kemampuan serta situasi. Pada dasarnya semua perbuatan yang tidak melanggar syariat, yang diniatkan lillaahi ta'ala, demi Allah Yang Maha Tinggi, maka itu merupakan amal shalih. Rasuulullah Muhammad shalaLlaahu 'alayhi wasallam memberikan banyak contoh dan pilihan bagi ummat beliau untuk beribadah sunnah dan beramal shalih secara umum. Ajaran agama adalah tidak untuk memberatkan. Basyiiran wanadhiiran, agama itu menggembirakan dan memberikan peringatan. Para hamba Allah pun tak boleh merasa hina dan bersedih. Kita menuju kemenangan, keberuntungan. Hayya 'alal falaah.
Akhirnya, beberapa contoh di atas adalah bentuk keshalihan personal. Sementara tak kalah nilainya adalah amal-amal yang sifatnya keshalihan sosial. Penulis, misalnya,, ingin mencatat di sini keberadaan webinar MAPARA, Matahari Pagi Ramadhan, kajian setiap pagi selama bulan puasa yang tahun ini sudah memasuki tahun keempat. Kegiatan dari IRo-Society ini adalah majelis keilmuan virtual yang, misalnya, tahun ini menghadirkan 30 guru besar yang menyampaikan berbagai materi 'keilmuan dan keagamaan'. Ayat -ayat qauliyah berpadu dengan ayat-ayat kauniyah, betapa menggugah dan mencerahkan. Di luar itu, banyak keshalihan sosial yang juga berdampak luas tentu juga yang dilakukan ormas-ormas keagamaan dan berbagai komunitas. Penulis teringat taushiah bahwa para ahli surga kelak akan memasukinya secara berombong-rombongan. Ma sya Allah, tabarakallah.
_______
Lamongan, Selasa 18 Ramadhan 1446 H. / 18 Maret 2025 .