Selasa, 12 Mei 2009

Bila Remaja Mblarah, Siapa Salah

Bila Remaja Mblarah, Siapa Salah

(Tanggapan Terhadap Tulisan: Jilbab Solusi Kasus Sosial)

Aku Ada Karena Kau Ada

Cinta adalah anugerah Yang Kuasa
Bila terasa betapa indahnya
Sungguh lemah diriku, tak berarti hidupku, bila kau tiada di sisi
Aku ada, karena kaupun ada
Sebab cinta, kau buat diriku hidup selamanya
……………………………………………………
(Radja Band)

Citra Cinta

Dihiasi alam manusiawi
Dengan cinta sebagai rahmat-Nya
Agar dapat hidup berkasih-sayang laki-laki dan perempuan
Agar dapat mengembangkan katurunan demi penerus perjuangan

Begitulah Tuhan meletakkan nilai cinta dalam kesucian
Jadi janganlah kau menyalahgunakan s’bagai pemuas nafsu syetan
Dan juga janganlah cinta kau jadikan alat pembuat kerusakan

Banyak sudah tunas-tunas muda berguguran sebelum berkembang
Korban dari nafsu birahi durjana yang mengatasnamakan cinta
Janganlah kau nodai citra cinta yang memang suci dan mulia

Syukurilah anugerah cinta
Pelihara nilai citra cinta
(Rhoma Irama)

‘ … 42% remaja usia sekolah di Jatim sudah pernah melakukan hubungan seksual …”. Begitu tulisan P. Jakfar Shodiq, S.Ag. (Jilbab Solusi Kasus Sosial) di majalah ini edisi lalu. Na’udzubillah min zdaalik. Rasanya kita prihatin, tak percaya dan bahkan menolak. Dan berharap, paling tidak, angka itu tak merepresentasikan lingkungan sekitar kita. Atau bisa jadi, sampel yang diambil adalah remaja perkotaan tertentu saja, atau hasil survey (yang dikutip) itu memang tidak akurat dan manipulatif. Bagaimana pun juga kondisi sosial budaya dan tingkat ketakwaan sangat beragam antara satu tempat dengan lainnya.

Tapi mari lihat potret keluarga dan masyarakat kini yang cenderung makin permisif (suka membiarkan saja perilaku asosial dan asusila), orang tua yang tak mau mengajak anaknya untuk ibadah (bahkan membiarkan anaknya tak mengerjakan); tayangan iklan dan hiburan di media massa yang gersang (seger merangsang) demi komersial semata dan tak mendidik kecuali agar konsumtif (senang belanja tapi malas kerja) , anak-anak remaja yang hedon (asal senang), yang selalu dituruti kemauannya oleh orang tua, ditambah tempat-tempat maksiat kini mudah di dapat; sementara si kecil Ponari dengan batu (yang katanya) ajaib, menarik ribuan orang mencari obat yang dianggap mujarab (sampai menelan 4 korban mati terinjak-injak). Kita jadi sadar, …. sungguh kondisi masyarakat kita sedang sakit.

Dalam keadaan tak sehat ini, virus-virus pemikiran mudah menjangkiti masyarakat, khususnya remaja. Sebutlah para selebritis yang dipopulerkan oleh mass media, banyak menularkan gaya hidup dan konsep hidup yang sembarangan dan seakan tak kenal aturan. Padahal model apapun dari mereka, dengan mudahnya ditiru dan menjadi gaya keseharian anak-anak muda kita. Slengekan (nge-slank), nge-punk rock, me-wahhh, ngegaya bak orang Barat yang kaya, begadang (dugem, dunia gemerlap) malam, serta tak terkecuali pergaulan dan seks bebas, sampai buyarnya rumah tangga mereka para idola itu, menjadi hal biasa di kepala pemujanya..
Sementara yang ada di balik penampilan luar para artis yang sedang naik daun (suatu saat pasti melorot dan akhirnya mati juga) itu, seperti perjuangan mereka sebelum dikenal, usaha mereka sampai ke manca Negara (untuk belajar vocal, acting, alat musik, manajemen, public relations, dsb.), kerja kreatif dalam berkesenian, kedisiplinan berlatih dan menjaga kebugaran, persaingan (bisnis dan popularitas) di dunia hiburan, tidak pernah jadi perhatian dan renungan penggemarnya. Apalagi bila produk ‘seni’ mereka akhirnya juga sekedar mengeksploitasi selera rendah dan miskin makna. Lengkaplah sudah ajaran hedonisme, konsumerisme dan liberalisme pada remaja.

Meski tak semua public figure demikian, tapi pengaruh dari yang sok modern kebaratan itu begitu dominan di media, di mana semakin edan justru semakin sering ditampilkan sampai masyarakat bosan. Contohnya goyang ngebor Inul (yang lalu). Dan yang demikian lantas jadi anutan. Apalagi bila filter nilai tidak ada. Katakanlah di rumah tak ditegakkan sembahyang, di (mushala) lingkungan tak hidup jamaah, lembaga sekolah lemah dalam kegiatan ilmiah dan ibadah; maka para idola itu gurunya, panggung hiburan kiblatnya, kongkow-kongkow tempat bercengkerama, dan ongkang-ongkang kaki duit banyak jadi cita-cita. Setelah itu pemuasan perut dan di bawah perut semaunya.

Kata orang dulu, setali tiga uang. Semuanya saling kait-mengkait. Maka bisa jadi benar angka 42% itu terjadi di Jatim. Bahkan www.bkkbn.go.id. akhir tahun lalu sempat merilis angka 63% remaja Indonesia pernah mencicipi seks pra-nikah dan ironisnya 21% di antaranya melakukan aborsi (pembunuhan bayi). Asytaghfirullahal ‘adhiem. Kita hanya bisa mengurut dada dan bergumam: apa memang kondisi sosial budaya kita sudah demikian parah?.
Atau bisa juga tetap tak percaya angka-angka itu. Karena saat ini agak sulit percaya pada orang ataupun lembaga. Termasuk terhadap lembaga pemerintah (BKKBN) sekalipun. Apalagi sudah terbukti beberapa lembaga survey ternyata rendah profesionalitas dan kredibilitas, tak layak dipercaya serta tendensius (ingat kasus Tabloid Monitor dulu), tak independen dan tergantung pesanan (dalam kasus kerja sama mereka dengan parpol atau kandidat peserta Pilkada dan pemilu tertentu). Sehingga banyak pemimpin parpol lainnya yang geram dan menyatakan tak percaya hasil-hasil survey. Dan belum lama ini, perang data antara Presiden SBY yang mengklaim penduduk miskin di Indonesia hanya sekitar 18% berdasarkan data BPS (lembaga pemerintah), sedangkan, salah satunya, Capres Wiranto (Ketua Umum Partai Hanura) menyatakan jumlah 49% berdasarkan data lembaga dunia PBB. Begitu jauh bedanya, mana yang benar? Jadi susah, mana yang dipercaya.

Rupanya dalam masyarakat demikian, sifat shidiq (jujur, fair) dan amanah (kredibel, bisa dipercaya) yang diajarkan Rasulullah SAW. kurang diteladani dan seakan langka. Bahkan terkesan lucu ketika dari ‘atas’ ada program ‘warung kejujuran’; yang patut dipantau ini anak-anak kelas teri atau bapak-bapak kelas kakap? Kayaknya yang dewasa lupa diri, merasa lebih suci dan cenderung menyalahkan yang muda. Padahal apapun yang dilakukan anak-anak muda adalah tak lebih dari hasil didikan dan pengaruh yang diterimanya. Bukankah orang dewasa yang kini pegang kendali kehidupan, dan anak-anak itu baru calon penerusnya? (shubbanul yaum arrijalu ghaad). Kasihan sekali, anak-anak kita mewarisi tata kehidupan yang semrawut.

Jadi remaja yang berzinah tak salah? Anak-anak penganut madzab pergaulan bebas tak diingatkan? Tentu tidak demikian. Seperti formula yang sudah sering dikemukakan dalam menghadapi berbagai persoalan, hendaklah jangan dilihat secara parsial (sempit per bagian) pada kasus itu an sich, tetapi harus menyeluruh (wholistic). Tak ada asap, kalau tak ada api. Maka, meski si remaja jelas salah (terbebani dosa dan tentu menanggung akibatnya di dunia dan akhirat), tetapi orang tua, keluarga, pihak sekolah, (pemimpin) lingkungan dan masyarakat, pemilik media massa, dan para public figure semuanya turut bertanggungjawab atas terjadinya kesalahan itu. (kullukum raa’in wa yas a lukum ‘an ra’iyyatiy). Tidak bisa menyalahkan si remaja begitu saja.

Ingat, kehidupan laksana sebuah perahu. Apapun yang terjadi merupakan tanggung jawab semua awak dan penumpang perahu itu. Bila perahu itu penuh sampah, atau bocor dan bahkan tenggelam, semua akan merasakan akibatnya. Hanya orang-orang yang berpegang pada kebenaran saja, yang tidak mudah terhanyut oleh arus, yang tidak akan tenggelam dalam gelombang samudera kehidupan, yang bisa selamat di pantai tujuan. Berlabuh di sebuah taman keindahan yang bernama jannatun na’im (surga yang penuh kenikmatan sejati). Di mana di situ Allah ridha pada mereka, dan mereka pun ridha pada-Nya. (radliya Allaahu ‘anhum wa radluu ‘anhu) (QS. 98:8).

Akhirnya, saya jadi teringat konsep perubahan mendasar (ada yang bilang fundamental atau radikal) terhadap sistem dan tata kehidupan kita yang sering ditawarkan sebagian teman. Tetapi, saya kira, yang penting sekarang mari selamatkan diri sendiri, dan keluarga, dari ancaman pedihnya siksa neraka (quw anfusakum wa ahlikum naaran).
· Bambang S.

21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (TQS. Ar Ruum: 21)

54. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah[1070] dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (TQS. Al Furqaan: 54)

[1070] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Gus Miftah dan Gaya Bicara untuk Orang Pinggiran

Nik durung entek es tehmu, yo konoo terusno dodol,....goblok .. (Kalau es tehmu belum habis, ya sana teruskan jual  ..goblok ...) ...ha ha h...