Proses Sungguh-sungguh Bukannya Asal-asalan
Senin, 29 April 2013
Konon, sebelum menemukan lampu listrik Thomas Alfa Edison telah
melakukan eksperimen hingga 5000 kali. J.K. Rowling harus bersabar lima tahun
sebelum novel Harry Potter karyanya diterima oleh sebuah penerbit, yang
kemudian menjadikan ia wanita terkaya di dunia. Begitu juga karya budaya
lainnya, lagu, film, atau novel dan sebagainya tidak selalu mudah diterima dan harus menunggu waktu yang tepat serta terus mengalami perbaikan sebelum di-release.
Budi Darma, ketika itu sedang menjabat sebagai Rektor IKIP Surabaya (UNESA), merasa perlu mengambil
cuti beberapa bulan ke Amerika Serikat untuk menghasilkan karya sastra. Penulis wanita La Rose harus menerapkan jam kantor meski ia bekerja di
ruang kerja di rumahnya sendiri. Demikian itulah yang biasa dilakukan para
penulis. Sebelum berkarya mereka butuh waktu dan
mendisiplinkan diri untuk melakukan riset di lapangan maupun studi pustaka.
Di dunia seni peran, seorang aktor atau aktris bila ingin berhasil
tampil bagus dan menghayati tokoh yang akan diperankannya dalam film, misalnya, maka
harus lebih dulu melakukan observasi atau studi lapangan. Mereka yang hanya
mengandalkan popularitas, tampang rupawan, atau bedak tebal, pasti akan gagal
dan penampilannya pasti tidak akan memikat, membosankan.
Di bidang lain, di dunia usaha bahkan ada ungkapan bahwa tidak ada orang yang berhasil sebelum ia
mengalami bangkrut lebih dulu. Sementara bapak-ibu kita para petani juga membutuhkan ketekunan,
waktu dan tenaga untuk menggarap sawah. Seorang pemain sepak bola harus rajin
berlatih dan menjaga staminanya untuk bisa terus bermain dan dipakai klub-klub
yang ternama. Di pinggir lapangan sudah banyak yang antre dan ingin menggantikan.
Tak hanya itu, sebagaimana seorang ibu yang akan melahirkan
seorang anak maka ia harus melalui kepayahan di atas kepayahan hingga dengan
mempertaruhkan jiwa raga. Tak ada yang bisa memastikan seperti apa anak yang akan dilahirkannya. Termasuk
dirinya sendiri, tak ada yang mampu
menjamin nanti selamat atau tidak. Hingga di atas semua usaha ada kepasrahan (tawakkal)
pada Allah SWT terhadap takdir yang akan dialaminya.
Begitu juga, kemerdekaan negara kita Republik Indonesia tahun 1945 bukanlah hadiah dari penjajah. Ini
telah ditebus dengan harta, air mata,
darah serta nyawa ribuan pejuang di seluruh persada nusantara, dikenal maupun
yang tak dikenal. Namun para pendiri bangsa kita juga bersikap jujur
dan tak takabur atas kemerdekaan itu. Mereka
juga mengakui bahwa ini dicapai atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Sejatinya semua paham
bahwa keberhasilan membutuhkan perjuangan, bahkan perjuangan itupun membutuhkan
pengorbanan. Hanya saja kita sekarang berada di kondisi kebiasaan serba instan,
inginnya segala sesuatu mudah didapatkan. Sikap malas, gampang manipulasi, dan
prinsip semau gue sungguh telah membunuh kreatifitas, kejujuran, jiwa wira
usaha dan merusak keimanan. Sering kali kita melupakan bahwa justru sesudah kesulitan itu akan ada
kemudahan. Fainna ma’al ‘usri yusran. Inna ma’al ‘usri yusran.
Setiap persiapan menjelang terbitnya edisi baru majalah ini,
pada Redaksi selalu ada rasa penuh penasaran dengan usaha dan proses kreatif
yang harus dilakukan. Menunggu terbitnya majalah ini agaknya seperti menunggu
kelahiran seorang bayi. Selain berbagai upaya yang harus dilakukan, juga dipanjatkan
do’a agar penerbitan tiap edisi bisa baik dan memberikan manfaat.
Syukur pada Tuhan, alhamdulillah, dan terima kasih tak
terkira pada siapapun yang suka membantu dan memberikan dukungan. Insya Allah
mulai edisi ini kualitaskertas majalah kita
lebih baik dan bertambah jumlah halamannya. Tentu isinya juga diharapkan lebih
menarik. Selamat membaca dan mari terus
belajar dan berkarya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar