Beberapa waktu terakhir ini penulis intens berkomunikasi dengan seorang teman untuk suatu keperluan. Saya tidak sampaikan tentang urusan yang dikerjakan tetapi saya akan sedikit bercerita gaya atau cara berkomunikasi rekan teesebut. Saya terkesan bagaimana kontak-kontak dengannya menambah koleksi jenis orang yang memiliki kebiasaan serupa. Bukan gaya ngobrolnya saat bertemu, dari serius, agak tegang, setengah marah dan salah paham hingga akrab kekeluargaan dan guyon mentertawakan apa yang terjadi atau dialami. Yang dimaksud adalah komuniikasi jarak jauh menggunakan gawai, gadget, atau hape-handphone. Saya tertarik dan memantik saya membuat tulisan sederhana ini tentang beberapa gaya orang berkomunikasi dengan gawai.
Pertama, jenis cara yang penulis merasa termasuk di dalamnya, yaitu kesukaan menyampaikan pesan secara tertulis, text chatting. Menurut saya, ini tentu subyektif, bertutur dengan kata-kata tertulis lebih aman, mudah dikoreksi bila keliru, tidak mengganggu lawan bicara yang mungkin sedang berada di suatu kegiatan keramaian, misalnya. Tentu ini situasional, barangkali tidak darurat, atau untuk komunikasi yang justru membutuhkan waktu berpikir untuk menanggapi. Kelebihan berkomunikasi tulis adalah jejak tulisan mudah dijadikan semacam bukti bila dibutuhkan di kemudian hari, dapat dengan difoto atau di-screenshot.
Tidak semua orang suka mengetik di keyboard hape apalagi yang merasa drijine gedhe atau jari-jarinta besar. Lebih lagi untuk yang merasa penglihatannya sudah kabur, tak dapat jelas atau mudah pusing membaca tulisan di layar. Untuk yang semacam ini, banyak yang lebih senang berkomunikasi jenis kedua, yakni secara verbal, telepon langsung. Sedikit-sedikit nge-bel, call, kadang pula tanpa banyak pertimbangan situasi. Kelebihan komunikasi lisan ini adalah unsur perasaan mudah diketahui dari nada pembicaraan. Barangkali lebih mudah pula menyampaikan banyak hal, tidak pakai lama mengetik. Untuk poin menjelaskan dengan gamblang, berlaku tidak untuk ini saja, syaratnya yang berkomunikasi tidak pelit ilmu atau tak eman dalam berbagi informasi.
Pada komunkasi jenis ini, kita boleh terkesan pada orang yang mampu berbicara di telepon dengan tenang, tidak bersuara keras, mampu bertelepon sambil mengerjakan hal lain. Biasanya seorang customer service, sambil mengetik, atau bahkan sambil menghadapi klien lain di hadapannya, ia kadang sempat bertelepon dengan pihak lain dengan tampak baik. Ketika dia berkomunikasi tersebut, orang yang di hadapannya tak dapat menangkap pembicaraan tentang apa. Sementara sebaliknya, ada yang saat menelepon satu ruangan atau tetangga rumah mendengar semua karena gaya berteleponnya dengan teriak-teriak.
Tak puas dengan telepon, audio, ada yang senang dengan lebih total-contact, yakni menggunakan video-call, audio-visual, suara dan rupa terlihat Berkomunikasi dengan gaya jjenis ketiga ini barangkali situasional untuk antar keluarga, kerabat, sahabat yang kangen-kangenan atau mungkin ada yang untuk kepentingan lainnya. Komunikasi memakai video-call kadang menjadi pilihan, misalnya, untuk diskusi atau mengerjakan tugas bersama. Penulis teringat, di saat pandemi ketika ada workshop penulisan buku, tak jarang penulis terlibat diskusi menggunakan video-call atau telepon saja sambil bersama-sama membuka dan bekerja pada google-sheet. Itu sebagian aktivitas kami di Ikomunitas pembelajaran IRo Society Video-call menjadi perlu karena antar teman pembelajar inii sebelumnya tidak kenal, belum pernah berjumpa kopi darat langsung. Video-call saat itu alternatif selain menggunakan zoom meeting atau google-meet.
Sementara yang saya catat sebagai jenis keempat adalah berkomunikasi dengan mengirim pesan suara. Ini yang saya sampaikan di muka kebiasaan salah satu teman. Penulis kadang kirim kepadanya pesan secara tertulis tetapi ia menjawabnya dengan voice mesaage, pesan audio. Teman ini termasuk yang suka telepon langsung tetapi di saat tertentu ia banyak menanggapi atau menyampaikan pesan dengan mengirim pesan suara. Pesan suara ini barangkali dapat ia bagi untuk yang bertanya atau berkepentingan serupa dengan saya. Sewaktu jumpa darat pun penulis tak sekali menjumpai dia kirim pesan suara kepada orang lain. Ia tidak menelepon langsung tetapi kirim voice message.
Penulis akhirnya mencoba paham kenapa ia lebih suka demikian karena klien atau customer yang biasa ia hadapi adalah kalangan umum yang tampaknya sebagain besar kurang suka pesan tulis saja. Atau urusan yang dikerjakan ini untuknya lebih tepat dijelaskan dengan omongan. Jenis gaya komunikasi yang keempat ini penulis amati juga disukai minimal satu dua teman. Saya tak jarang menyaksikan teman-teman ini sering memberi tugas, instruksi pada anak-anak, para siswa, dalam bentuk pesan suara, voice message. Penulis tertarik karena yang sepeti ini penulis tak pernah melakukannya.
Di samping satu dua tiga empat gaya berkomunikasi dengan gawai di atas tentu mungkin ada gaya lainnya yang belum disebutkan. Tidak dibahas pula bagaimana ada yang men-setting diri sebagai akun bisnis. Atau ada yang membuka hape hanya jelang tidur saja. Ada yang aktif komunikasi di medsos ada yang cukup seperlunya saja. Semua tentu ada keoentingannya. Penulis tidak berhak menilai dan tulisan ini hanya sebagai monolog yang semoga manfaat. Matur nuwun sedia membaca. Selamat berakhir pekan. Wassalam.
______ Sabtu, 15 juli 2023 / 26 Dzulhijjah 1444 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar