________
Saya teringat kejadian kemarin. Saya masuk ruang 8. Sebelum ulangan hari terakhir itu dimulai, saya menyuruh anak-anak untuk taruh tas di depan atau di belakang ruang kelas. HP pun saya minta dimasukkan ke tasnya masing-masing. Beberapa anak menaruh hape-nya di meja pengawas di depan saya. Sebetulnya saya lebih suka untuk disimpan di tas saja, beberapa anak putra itu bilang tidak membawa tas, ya sudah gak apa-apa. Saat masih persiapan itu, ada yang baru datang, tidak membawa tas, mendekati saya, menyalami dan duduk di kursi tempatnya. Saya tidak menegur karena memang dia belum terlambat betul. Sesudah siap, baru saya ajak anak-anak menbaca Al Fatihah dan doa belajar.
Mata pelajaran pertama ulangan Sumatif Akhir Tahun hari Jumat kemarin itu IPS. Setelah lembar jawaban dan soal dibagikan, anak-anak mulai mengerjakan. Situasinya relatif anteng atau tenang. Setengah jam berlangsung, tiba-tiba terdengar pengumuman berita duka dari pengeras suara di masjid desa. Terdengar jelas _innalillaahi_ pembuka pengumuman diucapkan tiga kali. Juga mudah ditangkap ada warga Mantup Tengah yang menghadap Allah. Sayang saat menyebut nama tidak begitu terdengar dengan baik. Saya menatap ke anak-anak yang di depan meja pengawas, yang saya tahu berasal dari desa Mantup. Saya tanya siapa yang meninggal, mereka menggeleng tidak tahu.
Saya menoleh ke arah kiri. Saya kaget koq masih ada yang membawa hape dan sekarang dikeluarkan. Dia adalah Adion Nur K. yang tadi agak telat dan memang tidak tahu perintah saya untuk menyimpan hape di tas, atau seperti satu dua teman anak putra yang menaruh di meja pengawas. Saya menatapnya dan dia bilang lirih ibu saya sakit lama, Pak. Saya sedikit paham dia ingin memastikan siapa dengan check kabar di WA. Saya pun penasaran dan ingin kontak Pak Hidayah yang domisili Mantup Tengah. Belum sampai menghubungi, saya melihat Dion berdiri bergumam ke arah saya ...ibu.. dan lari keluar kelas....pulang.
Saya dan anak-anak kaget dan berhambur keluar melihat dan ingin menyusul dia lari... . Karena situasi ulangan, saya minta satu anak saja yang menyusulnya menemani. Yang lain saya suruh masuk lagi melanjutkan ulangan. Nanti saja sesudah ulangan atau setelah Jumatan untuk takziah, saran saya. Beberapa saat, anak yang saya suruh menyusul kembali. Dia bilang Dion sudah tak terlihat. Mungkin dia lewat sawah Pak, katanya.
Mulai melanjutkan ulangan lagi, saya tanya anak-anak lagi tentang ibunya Dion. Beliau memang sudah sakit lama. Dibaritahu juga bahwa ayahnya dahulu juga sudah meninggal. Ya Allaah _innalillaahi wainna ayhi raaji'uun._ Tak terbayangkan.
Saya sendiri baru berangkat takziah sesudah Jumatan karena memperkirakan jenazah tak mungkin dimakamkan pagi. Ketika kearah rumahnya, tanya tetangga, ternyata jenazah telah diberangkatkan baru saja. Saya salah duga, saya kira dikubur di makam Kopen yang lebih dekat. Ternyata almarhumah dikebumikan di makam Mantup Selatan tempat suaminya dahulu dikubur, begitu kata seorang tetangga yang omong-omong dengan saya sambil menunggu proses pemakaman . Saya lihat ada beberapa teman guru yang telah datang lebih dulu. Anak-anak putra teman Dion pun ada. Tetangga tadi juga cerita bila pagi tadi sebelum Jumatan banyak anak yang masih berseragam, dari sekolah selesai ulangan langsung takziah.
Saya cari-cari di mana Dion sesudah selesai penguburan. Pak Rokhiemul Muslimin teman guru yang memimpin doa memberitahu dan menunjukkan posisinya. Dion yang cukup gemuk itu bersarung dan berkopyah. Alhamdulillaah sebelum dia berbonceng sepeda dengan temannya untuk pulang, saya sempat menyalaminya dan sekedar memberi semangat.
Dia pulang dan tak akan disambut ayah ibunya. Saya juga membayangkan perasaannya saat lari pulang dari sekolah lewat sawah-sawah hingga sampai rumahnya. Semoga kita dapat bersikap terbaik terhadap anak-anak yang di rumah atau di keluarganya tidak se-ideal yang kita anggap.
_______
Bambang S.
Sabtu 10 Juni 2023 / 21 Dzulqaidah 1444 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar