Bambang S. Mantup
Pembelajar di IRo Society
___________________
Bukan sekedar cerita, tanggal 25-27 Maret 2022 lalu ada kesempatan jalan-jalan, refreshing ke Bali. Sebetulnya sudah beberapa kali ke sana meski belum genap 10 kali tetapi yang namanya wisata, jalan-jalan, selalu menawarkan pengalaman menyegarkan pikiran. Apalagi ini tanpa ada tanggung jawab mendampingi siswa, seperti study tour yang sering dialami sebagai guru, 'nglencer tapi nyambut gawe'. Semula itu direncanakan sehabis lebaran ternyata kini dimajukan. Oke saja. Melihat hari pelaksanaan Jumat siang sampai Ahad malam tentu ini saat longgar dari tugas dinas. Ikut dech, 'wong free' tinggal mendaftar saja. Anak istri tak boleh iri ingin ikut karena bulan Januari lalu kami sudah piknik bersama.
Sebagaimana diajarkan, orang beriman harus selalu memohon petunjuk Allah subhaanahu wata'ala sebelum melangkah atau melakukan apa saja, di antaranya dengan cara shalat atau doa istikharah. Ke Bali ini tidak penting-penting amat, tetapi karena dianggap menarik dan butuh waktu hampir 3 hari, maka perlu ada pertimbangan. Entah karena shalat dan doa istikharah yang dikerjakan, deg ….saya jadi teringat ada kegiatan yang sudah lama terjadwa. Tanggal 26 Maret hari Sabtu ada keperluan, maka jauh-jauh hari sudah terjadwal. Terpaksa, ke panitia menyatakan tidak ikut. Tidak ada kecewa. Apalagi setelah lebaran juga ada lagi kesempatan rekreasi, meski tujuan lain.
Tak urung, ternyata akhirnya muncul rasa kecewa juga. Ada berita kemudian bahwa kegiatan yang terjadwal menjadi alasan tidak ikut wisata itu diganti di hari lain. Hemm ... saya kadung lapor tidak ikut, pikir saya. Namun kekecewaan itu mudah teratasi ketika menyadari sudah berkali-kali ke sana, tidak ada rasa penasaran yang ingin dipenuhi, meski suasana dari waktu waktu tentu ada bedanya.
Yang tak terduga berikutnya, keesokan harinya saya diberitahu anak saya bahwa sesudah UTS pada pekan yang akan datang, perkuliahan akan dikaksanakan secara offline, luring, tatap muka. Saya sadar ternyata ini yang akhirnya menjadi alasan sejati saya untuk tidak turut jalan-jalan. Saya harus mempersiapkan kebutuhan anak. Dalam kesempatan yang tinggal beberapa hari dikurangi hari kerja, saya harus mencarikan tempat kost. Ini amat penting. Para pembaca yang sudah berpengalaman mempunyai anak besar tentu tidak kaget atau heran. Tidak perlu kecewa dengan kegiatan-kegitan yang tidak jadi, saya fokus agar anak mendapatkan tempat terbaik. Mungkin tidak terlalu risau bila untuk anak putra, tetapi untuk anak putri tentu perlu lebih banyak syaratnya.
Ada kesempatan satu-dua hari sebelum mendatangi dan mencari alternatif yang baik. Shalat dan doa istikharah pun harus dilakukan. Daftar pilihan puluhan tempat kost pun didapatkan. Ketika saya dan anak berkeliling mendatangi satu per satu tempat yang nominatif dipilih, maka pertimbangannya adalah untuk kepentingan mereka, dia dan teman yang selalu bersama. Mereka tak putus kontak saling bertukar pendapat. Saya yang hampir tak sabar mendesak agar segera menentukan mana yang dipilih.
Hari Sabtu seminggu menjelang hari masuk itu menemui banyak orang,keluarga maupun anak-anak, yang mencari tempat tinggal untuk belajar. Tentu saja mereka dari luar kota seperti kami. Alhamdulillah, setelah merasa cukup lelah menemani anak memilih, akhirnya dia dan temannya sepakat di tempat yang sejak awal tadi dalam hati saya sudah sreg. Fasilitas standar, dekat kampus, lingkungan terlihat aman dan nyaman, tidak jauh untuk berbelanja. Yang menenteramkan, rumah tersebut dekat tempat ibadah yang sehari-hari diurus calon ibu dan bapak kostnya. Mereka pun cukup berpengalaman 'ngemong' anak-anak kost. Mereka juga sosok orang-orang yang kami tak khawatir menitipkan permata hati khususnya memasuki bulan Ramadhan.
Rasa syukur dan kegembiraan saya itu di dalamnya terkandung betapa doa istikharah saya terkabul. Teringat tiga tahun sebelumnya ketika di SLTA juga saya mengantarkan mencari tempat kost juga mengalami situasi yang serupa. Sebagai hamba yang lemah,saat itu pun mengawali dengan mohon petunjuk istikharah. Meski di kota kabupaten sendiri yang tak terlalu jauh dari rumah, memilih tempat tinggal kost untuk anak juga tak gampang. Buktinya tak sedikit cerita ada anak-anak yang tak kerasan, lalu berpindah-pindah kost. Yang utama tentu adalah induk semang, bapak ibu kost yang kita percaya. Saat itu pun mendapatkan tempat di rumah orang baik bahkan saya suka dan bersyukur bertemu dengan beliau.
Menentukan suatu pilihan yang paling mengesankan dan menghebohkan barangkali adalah urusan mencari jodoh. Ini dialami semua kita dengan beragam kisah. Memang ada yang tidak repot, dipilihkan orang tua, keluarga atau teman atau kenalan, jadilah. Ada yang alami liku-liku laki-laki yang luka-luka hatinya. Ada pula bonek yang sok berprinsip diterima ya syukur ditolak ya mundur, tetapi terdiam beberapa lama juga ketika benar-benar pupus harapan atau kena php. Memilih pasangan hidup melahirkan kisah-kisah kehidupan yang menjadi tema umum dan tak ada habisnya berwujud karya seni budaya
Berendah hati dengan sedia berdoa atau shalat istikharah ketika menghadapi pilihan adalah sikap dan bekal dalam menghadapi kompleksitas kehidupan. Yang terbaik menurut kita tak selalu benar-benar mendatangkan kebaikan di hari depan. Kita diwajibkan berikhtiar bekerja keras, belajar tekun, menjalin jaringan silaturrahim yang luas, menggunakan akal sehat semaksimal mungkin dan selebihnya bertawakkal kepada Allah subhaanahu wata’ala. Semoga kita terjauh dari sikap angkuh dan terhindar dari terjatuh dalam pilihan yang salah yang menyusahkan. Aamiin.
_____________________
Menjelang Ramadhan. Rabu, 30 Maret 2022 / 26 Sya’ban 1443 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar