Minggu, 17 Maret 2024

MAPARA yang Langka dan Luar Biasa

 


(Terinspirasi Tulisan  Bu Tri Mulyani Karangannyar)

Oleh: Bambang S. Lamongan

_________

Pagi tadi Bu Tri Mulyani dari Colomadu Karanganyar memposting tulisan  yang diberi judul Dapur Mapara 3.  Matahari Pagi Ramadan atau  yang disingkat Mapara adalah kegiatan webinar yang dilaksanakan oleh komunitas IRo Society setiap pagi selama bulan Ramadan. Kali ini sudah memasuki tahun ketiga. Kegiatan yang digagas dan selalu dimotivasi oleh founder IRo Society Profesor Imam Robandi ini adalah kegiatan yang tidak sembarangan, tidak asal-asalan, atau istilah sekarang 'bukan kaleng-kaleng'. 

Kita melihat konsistensi atau ke-istiqamahan pelaksanaan Mapara yang setiap hari pada Ramadan sejak suasana pandemi yang lalu,  agaknya tak mudah mencari yang mampu seperti ini. Pengajian Ramadan di suatu tempat, luring, yang rutin setiap pagi atau sore tentu amat  banyak. Namun yang secara webinar tampaknya jarang yang mampu ajeg, rutin dan kontinyu. In sya Allah Mapara pun  berlanjut pafa tahun-tahun mendatang. Jadi boleh dikata Mapara adalah contoh langka untuk pengajian rutin jarak jauh 

Tak cukup itu, Mapara adalah pula kegiatan yang berskala nasional. Mapara melibatkan banyak pihak dari berbagai wilayah di  Indonesia. Itu tidak sebatas partisipan yang mencapai ratusan orang. Atau nara sumber yang berasal dari berbagai latar belakang dan tempat, bahkan kadang dari luar negeri. Webinar atau kajian harian ini pun di-menej oleh teamwork kepanitiaan yang  tidak berasal dari satu tempat atau lembaga, tetapi melibatkan para santri IRo dari berbagai latar dan daerah. 

Ada kepanitaan besar yang merancang kegiatan secara umum dan berkoordinasi serta kerja sejak sebeum Bulan Suci. Sementara untuk pelaksanaan setiap hari, ada kelompok chair, host, pembaca sari tilawah, moderator dan mubaligh yang berasal dari bermacam daerah. Misalnya, di hari ke-15, host dari Yogyakarta,  tilawah dari Bangkalan, moderator dari Wonogiri, penyelaras dari Nganjuk dan mubaligh pemateri dari Denpasar Bali. Di hari-hari lain, sejak Ramadan pertama hingga hari ke-tiga puluh juga variatif dari seluruh Infonesia.

Dalam kepanitiaan Mapara, sebagaimana kegiatan IRo Society lainnya, sering terjadi di antara mereka baru mengenal satu sama lain yakni saat terlibat dalam tugas atau kepanitiaan Mapara. Sebagian besar  IRotizens  atau santriwan santriwati IRo yang ribuan adalah umumnya  memang orang-orang yang belum pernah jumpa darat atau bertemu muka langsung. Warga IRo saling kenal dan merasa dekat adalah karena keterlibatan intensif dalam berbagai kegiatan zooming atau webinar, pembuatan video sampai penulisan buku. Biasa terjadi sesama warga IRo,  baik rekan kepanitiaan atau sesama peserta yang sebenarnya betasal dari satu daerah, dari kabupaten atau kota yang sama,  justru baru kenal ketika atau sesudah mengiiuti kegiatan IRo, termasuk Mapara ini.

Pada artikel Bu Tri Mulyani yang  memantik penulisan ini, penggunaan judul Dapur Mapara 3 adalah menarik untuk dibincangkan. Kata 'dapur' menjadi kata kunci di sini. Dapur kita pahami sebagai tempat memasak. Tidak semua orang kerasan kerja di dapur. Tak semua orang menahu apa yang dikerjakan di dapur. Tidak semua orang dapat mendayagunakan apa yang di dapur serta tak semua orang dapat meracik dan memasak produk dapur yang halalan thayyiban, murah serta barakah. Bahkan tak semua menyadari bahwa sebelum kerja di dapur itu ada aktivitas lain yang mengawali, misal berbelanja, sampai pengadaan alat-alat dapur yang dibutuhkan. Itulah gambaran kesibukan atau kerumitan dan keruwetan yang diceritakan Bu Tri.

Umumnya orang 'weruh matenge wae' atau hanya menahu suatu sajian masakan yang  sudah matang atau jadi tanpa berpikir bagaimana proses sebelumnya. Bila sajian itu berupa pertunjukan di pentas, di layar atau presentasi di mana pun, maka barangkali sedikit saja yang menyadari, atau mencoba mengetahui, membayangkan, atau sekedar mengapresiasi bagaimana proses kreatif dan produktif sebelumnya. Sedikit saja yang paham, siapa saja,, apa saja yang ada dan terjadi sebelumnya di balik layar

Yang bekerja dan ysng sekedar memanfaatkan hasil pastilah tak sama. Kepuasan  dan manfaat yang dirasakan penikmat atau penonton tentu tak akan sama dengan yang didapatkan oleh juru masak, penggagas dan perancang, sutradara, serta komite atau panitia. Oleh karena itu, kita mengamati Prof. Imam selalu beruaaha memberi kesempatan kepada semua santrinya agar dapat bersungguh-sungguh belajar, untuk akhirnya mskin lebih tercerahkan dan berdaya untuk menebar   kebermanfaatan. _Enlightening and empowering_ adalah slogan IRo Society.


Tulisan Bu Tri Mulyani yang  menggambarkan kerja bersama, kreativitas, dedikasi juga keikhlasan orang-orang baik, para santri Prof. Imam Robandi, dalam me-menej atau mengelola kegiatan Mapara 3 setidaknya membuat penulis dapat mengapresiasi dan berterima kasih. Matahari Pagi Ramadan IRo Society adalah menginspirasi dan memitivasi.

___________


Mantup,  Sabtu 16 Maret 2024 / 6 Ramadan 1445 H.

Selasa, 12 Maret 2024

Menunggu Hujan Berpahala Haji & Umrah Secara Sempurna


Shalat Subuh belum usai saat terdengar tiba-tiba hujan mengguyur. Selesai salam dan berdzikir hampir tak ada jamaah yang lansung pulang. Hujan cukup deras. Meski yang rumah dekat, tetangga masjid, tetap berpikir akan alami basah kuyup bila nekad pulang menerobos hujan. Tidak ada yang membawa payung karena sewaktu selesai makan sahur dan memenuhi panggilan adzan Subuh tidak ada yang menyadari jika kondisi mendung. Akibatnya, pada salat Subuh yang di bulan Ramadhan seperti ini diikuti lebih banyak orang dibanding hari-hari biasa, seluruh jamaahnya 'kebetheng', terjebak hujan, tak dapat langsung pulang.

Usai shalat Subuh masih gelap, sebagian jamaah ada yang kemudian duduk-duduk di belakang dari bagian dalam ruang masjid. Ada yang duduk santai di teras melihat hujan. Di antaranya ada yang ngobrol, bercengkerama, dengan jamaah lain, ada pula yang diam santai saja seakan menikmati pagi.Tampaknya tak ada, yang pegang HP he.. he... Ada juga yang memanfaatkan kesempatan ini dengan segera mengambil Al Qur'an, mengaji "nderes" atau tadarus di bulan suci.  Apalagi hari ini adalah di antara hari-hari libur awal puasa untuk pelajar sekolah dan sebagian pegawai sipil negara. Di shaf pertama dan kedua masih ada beberapa jamaah yang masih bertahan, meneruskan  berdzikir.

Penulis teringat apa yang dilakukan seorang tetangga, jamaah, yang pada bulan-bulan puasa dulu bersama satu -dua jamaah lainnya sesekali berlama-lama di masjid, berdzikir, iktikaf, atau membaca Al Qur'an, atau menunggu,  hingga matahari terbit awal, syuruq, atau awal Dhuha. Iktikaf di masjid demikian kemudian diakhiri dengan shalat syuruq. Pak Ustadz anggota takmir yang berkesempatan pernah melaksanakan haji dan umrah ini mengingatkan penulis terhadap sebuah hadits bahwa berdzikir di masjid dari Subuh hingga syuruq, yang lebih kurang satu jam saja itu pahalanya sama dengan menunaikan haji dan  umrah ke tanah suci. 

Penulis pun tersadar bahwa agama itu bersifat adil menawarkan berbagai jenis ibadah untuk dijalankan oleh berbagai jenis, keadaan atau latar belakang hamba Allah. Semua berkesempatan mencapai taqwa. Bila haji dan umrah tidak ada balasannya kecuali surga, bagaimana dengan yang tidak mampu (istitha'ah) secara materi atau pun kesehatan? Hadits itulah di antara jawaban bahwa Allah Maha Adil, Maha Penyayang, Maha Penyantun, dalam menguji dan mensyukuri perbuatan-perbuatan baik, atau amal shalih, atau ketaatan dan keikhlasan  umat Rasuulullah Muhammad shalallaahu 'alayhi wasallam. Semoga kita semua menjadi hamba Allah yang bertaqwa  Aamiin.

Hadits yang dimaksud penulis di atas adalah sebagai berikut: 

Sabda Rasulullaah Muhammad shalallaahu 'alayhi wasallam seperti dikatakan Anas radliyallaahu 'anhu: 

'Barang siapa shalat Subuh berjamaah, lalu berdzikir kepada Allah subhaanahu wata'ala hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua raka'at, maka amalan itu sama dengan pahala menunaikan haji dan umrah secara sempurna, sempurna dan sempurna.' (HR. At Tirmidzi dan ia mengatakan hadits ini hasan.)

________________

Selasa, 2 Ramadhan 1445 H / 12 Maret 2024

Gus Miftah dan Gaya Bicara untuk Orang Pinggiran

Nik durung entek es tehmu, yo konoo terusno dodol,....goblok .. (Kalau es tehmu belum habis, ya sana teruskan jual  ..goblok ...) ...ha ha h...