Ada ungkapan bahwa saat berhaji di Tanah Suci kesalahan kita dibayar kontan, langsung mendapat balasan, implikasi, baik itu sifatnya teguran agar kita kembali kepada-Nya, atau mungkin hukuman. Entah istilah apa yang tepat, itu terkait pandangan bahkan anggapan, dari yang mengalami atau yang membahas. Seremkah itu? Terus terang barangkali ada yang lantas ketar-ketir, khawatir, takut, atau mungkin tak ambil pusing dan pura-pura tak menahu tentang cerita-cerita tersebut.
Ada satu orang terjebak di lift, kabarnya itu salah satu dari tiga kejadian di lift, dari ribuan kali naik turunnya lift yang sudah bagus dan canggih. Seorang ketua regu bercerita bahwa sewaktu si Bapak itu sendirian di dalam lift, tentu untuk suatu keperluan, si Bapak sempat berpikir tentang lift hotel berlantai 16 ini, yang ada banyak, 10 lift, untuk ribuan penghuni, cukup modern dan berfungsi semua. Beliau membayangkan bagaimana jika liftnya macet. Seketika itu juga lift yang ia tumpangi itu berhenti, tidak bergerak naik atau turun. Pasti paniklah ia. Asytaghfirullaah. Beruntung ia membawa HP dan menghubungi teman untuk disampaikan pada managemen hotel. Alhamdulillaah.
Seorang ketua regu sempat hampir 2 kali tidak mempetoleh jatah makan. Itu bukan karena jatah dia tidak ada tetapi karena yang pertama ada salah data dan salah distribusi di awal-awal tinggal di pemondokan. Yang kedua adalah karena ada pekerja (kebersihan) hotel yang kelaparan sehingga terambilah jatah sang ketua. Keduanya bukan kesalahan mas ketua regu yang menggantikan almarhumah ibundanya. Kenapa iti terjadi hanya padanya? Karena di antara sekian jamaah yang membawa beras dari rumah hanya dirinya. Dari sejak manasik diberitahu bahwa jamaah akan mendapatkan pelayanan makan 3 kali atau setiap waktu makan sejak meninggalkan keluarga sampai pulang kelak. Kenapa masih bawa bahan untuk dimasak? Nah, itulah ujian agar berasnya terpakai. Diomongi demikian si mas mahasiswa semester 6 ini tertawa .oooh ..iyaa.. Yang pertama dulu beras telah ditanak, yang kedua baru dituang ke ruce cooker, jatah pun tiba. Alhamdulillaah ada senyuman paham...
Selama hampir sepekan di kota Nabi, di Madinah Al Munawwarah, penulis hampir tak pernah men-share kegiatan perjalanan ibadah di media sosial. Hari-hari pertama tentu penuh penyesuaian, waktu terasa padat. Apalagi ada rasa yang tertanam bahwa di sini ada makam manusia termulia. Penulis berusaha sadar agar berhati-hati untuk menjaga hati, jaga niat ibadah, jangan sampai riya', pamer atau sombong, tidak lillaahi ta'ala. Teman-teman dekat pun di antaranya sejak sevelum berangkat memberikan bekal pesan mengenai hobby atau kebiasaan penulis tersebut. Rupanya satu saat tangan penulis gatal he he..
Penulis memposting video detik-detik pesawat yang kami tumpangi saat take off, terbang tinggal landas menuju Tanah Suci. Maklumi saja, itu baru kali kedua penulis naik pesawat. Yang pertama menaiki pesawat mandeg di sebuah obyek wisata tak jauh dari rumah. Sebelumnya penulis unggah video tersebut di salah satu kanal you tube penulis, koq dapat respon baik dari paea viewers. Di akhir pekan, penulis share itu di status WA. Masih pengin eksis lagi, esoknya, setelah salat Subuh penulis memvideo ibunya anak-anak yang sedang mengambil air zam-zam di salah satu tempat di pelataran Masjid Nabawi. Di situ salah satu tempat jamaah wanita. Kaget, seorang askar melarang penulis melakukan itu. Penulis sadar, yang tertangkap kamera saya tentu tak hanya istri penulis. Penulis pun hanya men-share video itu ke anak-anak.
Masih sibuk dengan HP, jelang salat qabliyah Dhuhur penulis sempatkan buka HP lalu mematikan dan nenaruh di tas sandal. Saat salat penulis merasa lebih baik dari jamaah yang hp-nya berdering saat salat. Tentu suara musik hp itu mengganggu kekhusukan jamaah di sekitarnya. Ketika keluar masjid bersama salah satu jamaah sekamar, waktu sampai di pintu keluar, penulis ambil sandal dari ransel wadah sandal Innalillaahi ...hp penulis jatuh dan hampir terinjak jamaah lain. Selama perjalanan pulang ke hotel penulis tenang saja karena yakin tadi tidak terinjak dan jatuhnya pun di atas jalyr karpet karet untuk jalan, tidak keras juga.
Betapa kagetnya saat di penginapan penulis menyalakan hp, tidak ada tanda hidup. Panik, ini di negeri orang. Di mana ada repair servis? Komunikasi di sini pun harus Bahada Arab, in sya Allah tak terlalu sulit bila Bahasa Inggris. Asytaghfirulaah. Mencoba tenang, penulis sampaikan itu pada salah satu petugas haji Indonesia .....Beliau geleng kepala... Alhamdulillaah salah datu crew chef yang asal Iqndonesia tanggap dan meminta hp penulis, menjanjikan 2 hari ke depan in sya Allah hp selesai. Toh lenulis masih lama di Madinah, katanya. Bersyukur di hari ketiga hp diantar ke kamar penulis. Setelahnya, penulis menggunakan perangkat teknologi komunikasi ini dengan berusaha rasional, untuk kemanfaatan dan jangan sampai merusak nilai ibadah. Allaahumma a'inniy 'alaa dzikrika wasyukrika wahusniy 'iibaadatika.
Merasa punya daya tahan kuat, berkali-kali mengikuti jalan sehat puluhan kilometer, napak tilas perjuangan, penulis merasa jalan kaki ke masjid Nabawi sejauh750 meter dari penginapan tak terlalu memberatkan. Sering kali muncul rasa tak sabar membarengi para jamaah yang jalan pelan, karena sakit atau sepuh. Qadarallaah kaki penulis bagian belakang pecah-pecah dan sakit bila untuk menginjak. Otomatis penulis jalan jinjit-jinjit dan tak dapat cepat. Penulis berusaha belajar tentang bagaimana harus bersyukur dan sabar dalam hal kesehatan dan kebugaran fisik.
Cerita-cerita keseharian ibadah jamaah haji pasti tak semua dapat terangkaikan dengan kata-kata. Bila ada yang sifatnya teguran in sya Allah itu lebih baik dari pada yang kitacalami adalah istidraj, kesenangan, krlancaran, yang justru sejatinya kita tengah dibiarkan tanpa petunjuk. Na'udzubillaah mindzaalik.
Beberapa yang disampaikan dalam tulisan ini tak dapat mewakili pengalaman jamaah haji apalagi untuk digeneralisasi semua jamaah akan seperti atau seperti itu.
Ketundukan kepada Allah, kecintaan kepada Rasulullaah, muhasabah atau refleksi, mawas diri, semangat pertaubatan dari setiap orang sungguh dalam tak selalu terungkapkan bahkan oleh diri masing-masing. Allaahu a'lamu maa laata'lamuun. Semoga semua ibadah kita maqbuulan mabruuran. Aamiin
___________
Makkah Al Mukarramah,Jawharat Altawheed Hotel, 8 Mei 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar