Rabu, 05 Juni 2024

Antara Agar Gak Getun (Tidak Menyesal) dan Ukur Kekuatan Fisik, Mencari Makna Manasik Haji



"Jangan sia kan mas ten masjid kharom mbenjeng getun dugi griyo."

"Dulu p. Yai saya minta jamaahnya jangan memforsir ibadah sblm ArMuzNa.. Sb ArMuzNa butuh fisik berlebih."

Pesan-pesan kita terima dari para sahabat, baik sebelum berangkat atau yang disampaikan setelah kita berada di Tanah Suci. Dua pesan di atas itu adalah sebagaimana taushiah-taushiah yang kita ikuti saat bimbingan manasik, dari KBIHU dan Kemenag, sebelum berangkat maupun bimbingan dan ta'lim yang terus digelar di sela-sela ibadah di kota tempat hijrah Rasuulullah maupun di kota kelahiran beliau Nabi Muhammad  shalallaahu 'alayhi wasallam. Ada pula sahabat yang Pak Ustadz yang berpesan dan memotivasi agar kita merenungi makna dari setiap manasik yang kita lakukan. 

Bila salat, maka kita  jangan sekedar salat 'rubuh-rubuh gedhang', asal melakukan gerakan. Usahakan gerakannya sesempurna mungkin, sesuai kemampuan, berusaha memahami yang dibaca serta selalu belajar khusuk dan tumakninah. Jangan mementingkan jumlah rakaat ataupun asal gugur kewajiban. Pada rangkaian ibadah haji pun hendaknya jangan asal kesana kemari. Motivator ESQ kenamaan Ary Ginanjar Agustian, misalnya, pernah memaknai atau mengaitkan 7 kali sai dari Safa ke Marwa dan sebaliknya, atau mungkin juga 7 kali dalam berthawaf, adalah perjuangan kehidupan 7 hari dalam sepekan. Maksudnya apa kita dapat merujuk penjelasannya. Yang pasti sai adalah menapaktilasi bagaimana Ibu Hajar mempertahankan dan memperjuangkan kehidupan bayi Ismail as di tengah padang tandus.

Semua adalah bekal yang penting untuk diperhatikan karena kita ingin kesempatan menjadi tamu Allah ini menjadi manfaat dan barakah, serta haji kita maqbulan wa mabruran. Semua yang menjadi duyuufurrahman, tamu Allah, adalah orang-orang terpilih, demikian acap kali disampaikan. Yang dipanggil ibarat para pegawai yang akan menerima penataran atau diklat, pendidikan dan latihan, agar ke depan lebih baik. Tak setiap pegawai berkesempatan penataran untuk pengembangan karirnya atau lebih lagi pengembangan kualitas dirinya. Beribadah haji di  Tanah Suci tak dapat dianggap layaknya wisata religi, namun itu adalah kegiatan-kegiatan di kota Madinah, Makkah dan di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) yang tidak mudah. Tak banyak orang istitha'ah (dianggap mampu) dan sedia atau sanggup mengikuti. Niat kuat serta selalu sabar dan tawakkal, bersyukur serta menjauhi riya' dan sombong adalah bagian dari 'materi pelatihan' ibadah fisik ini. Itu pula nasihat yang kita terima sebelum berangkat.

Materi penataran akbar di Tanah Suci yang dibuat untuk peningkatan kualitas diri para pesertanya dari seluruh dunia ini tersusun berdasarkan wahyu Ilahi lewat Nabi-Nya, Rasuulullah Muhammad shalallaahu 'alayhi wasallam. Khudzuu 'anniy manaasikakum., ambillah dariku (Nabi SAW) manasik tata cara haji kalian. Rukun, wajib haji dan sunnah-sunnahnya perlu diketahui. Minimal semua mengetahui batasan sah dan tidaknya ibadah dengan penuh harap, memohon kepada Allah, semoga hajinya maqbulan mabruran. Itu ternyata tak hanya menjadi tugas individu, namun setiap regu, rombongan, kelompok terbang bahkan  penyelenggara haji negara (RI dan KSA)  berusaha menjamin bagaimana  semua dapat berbadah dengan baik dan mencapai haji mabrur. 

Bimbingan manasik haji dan pemberian layanan yang selalu ditingkatkan, menciptakan kerja sama dan silaturrahim yang baik dan rasional di antara jamaah adalah upaya-upaya bagaimana agar ibadah haji dapat terlaksana dengan baik dan benar, lancar, sah serta supaya maqbulan mabruran. Dalam keseharian selama di Tanah Suci pun di antaranya terjadwal taklim atau kajian minimal dua hari sekal. Peningkatan kualitas ilmu justru akan menunjang kualitas ibadah, baik ibadah haji atau lainnya, baik selama di tanah suci maupun sesudah pulang, saat di tanah air kelak.

Pikir-pikir, apa yang terbaik dilakukan selama di Tanah Suci selalu menjadi pertimbangan jamaah. Semua ingin memperoleh pahala sempurna. Semua ingin memanfaatkan kesempatan di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram dengan sebaik-baiknya. Tiada cita-cita para jamaah kecuali haji mabrur. Pahala ribuan kali di Masjid Nabawi, seratus ribu kali di Haram menjadi bonus penyemangat. 

Ketika di Madinah ada pertanyaan bagaimana salat arba'innya? Sudah ziarah ke makam Rasuulullah SAW? Sudah pernah ke raudhah? Berapa kali? Berapa kali? Saat di Makkah pun ada pertanyaan-pertanyaan. Seberapa sering ke Masjidil Haram? Sudah berapa kali umrah? Apa yang sudah berhasil dicapai? Bila kita berpikir  matematis begitu boleh kita teruskan pertanyaannya. Apa yang kita lakukan sudah dapat menghapus dosa-dosa kita? Atau kita sudah merasa suci bahkan sebelum berangkat haji kita termasuk orang suci? Apakah amalan kita sudah pantas untuk membeli secuil surga Allah?

Bila yang kini kita hitung adalah keberadaan kita di Masjid Nabawi dan di Masjidil Haram, apakah kita bercita-cita tinggal di Madinah atau di Makah sepanjang tahun? Atau kita ingin menjadi petugas cleaning service di Masjid Nabawi, atau lebih khusus yang di area raudhah? Atau menjadi petugas di Masjidil Haram? Lebih khusus kita melihat ada yang sedang membersihkan dinding kakbah di atas scafolding. Tidakkah kita ingin menjadi seperti mereka, bebas menggosok-gosokkan diri ke dinding kakbah? Atau bila pertanyaannya lebih 'sopan', adakah yang sedia mempelajari Al Qur'an di masjid sepanjang hari? Atau sanggup menjadi pengelola masjid yang melayani jutaan tamu Allah?

Ya Allah, kami hanya merasa bersyukur menikmati kesempatan yang Engkau karuniakan.  Kami tak punya kemampuan terhadap apa yang ada di diri kami sekalipun tanpa pertolongan-Mu. Semoga di sisa hari yang ada, kami yang menunggu puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifa, Mina) selalu Engkau karuniakan petunjuk, kesehatan, ilmu serta apapun yang tetbaik untuk kami. Kami berserah diri segala apa yang di belakang dan di depan kami hingga kami menghadap-Mu. Laahawla walaaquwwata illaabillaah. Aamiin.

_______

Jawharat Al Tawheed Hotel Misfalah Makkah Al Mukarramah KSA, Rabu 5 Juni 2024





Tidak ada komentar:

Gus Miftah dan Gaya Bicara untuk Orang Pinggiran

Nik durung entek es tehmu, yo konoo terusno dodol,....goblok .. (Kalau es tehmu belum habis, ya sana teruskan jual  ..goblok ...) ...ha ha h...