Piye iki, Fik. Aku sregep nang mushala posoan iki koq malah diarani koyok Yuk Kaji wae?.
Babahno tah, Mak. Wong sampean iku lho nglakoni apik ndik wulan Ramadhan. Terusno wae. Diarani ngono gakpopo. Mene .... sampean tak budalno haji!
Rafiah tinggal bersama emaknya saja di rumah. Bapaknya sudah lama tiada. Ada kakak laki-laki yang sudah berumah tangga dan tinggal di desa lain. Si kakak relatif tak terlalu dapat diharapkan membantu karena hidupnya dan keluarganya cukup sulit. Ibunya Rafiah menghidupi anaknya dengan sedikit sawah, tak jarang ikut menjadi buruh tani untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk menyekolahkan anak bungsunya ini.
Syukur, Rafiah hampir lulus. Ia sudah berada di kelas 3 SMKM 10. Beberapa bulan sebelum ujian akhir, ia ikut les atau tambahan belajar setelah jam sekolah pagi usai. Jadi meski bel jam terakhir berbunyi pada pukul 13.30 anak-anak kelas 3 akan ikut les untuk persiapan UN agar dapat memperoleh nilai cukup. Saat itu syarat kelulusan ditentukan oleh negara dan berdasar hasil ujian nasional beberapa mapel saja.
Sejak sekolah tempat Rafiah belajar tersebut berdiri tahun 2003, penulis ikut mengajar di sana dengan jam terbatas karena penulis berdinas di sekolah negeri. Yang memungkinkan penulis dapat merangkap di bahkan lebih dari 2 sekolah saat itu adalah karena rumah penulis di ibu kota kecamatan, dekat dengan banyak sekolah dan masih muda he he..dan tidak mendapat tugas yang berat di kedinasan. Motivasi ideologis dan ibadah tentu yang mendasari, in sya Allah. Semoga tercatat amal jariyah lillaahi ta'ala.
Seperti biasa penulis mendapat tugas membimbing anak kelas 3 (sekarang disebut kelas 12) dan mengampu pelajaran bahasa yang di-Ebtanas-kan, salah satu mapel ujian nasional. Ada beban berat sekolah dan tentu untuk guru mapel Unas supaya nilai semua siswanya di atas passing grade, batas minimal, atau di atas nilai batas terendah agar dapat lulus. Jangan sampai karena satu mapel nilai di bawah yang ditentukan, semua prestasi dan kehebatan siswa di mapel lain dan aktivitas lain sia-sia, tidak lulus, harus mengulang di kelas 3 lagi.
Kebijakan pendidikan yang kontroversial ini pun kita ketahui akhirnya dihapus . Namun telah terjadi korban sejumlah siswa yang pintar' tapi tak lulus karena kurang di salah satu mapel saja. Entah mereka saat ujian msprl itu sakit atau hal lain. Ironis.
******
Hari itu Rabu pagi penulis sepenuhnya mengsjar di sekolah negeri. Di sore harinya ada jadwal memberikan les, tambahan belajar untuk kelas 3 TKJ ( Teknik Komputer dan Jaringan) kelas Rafiah. Pada paginya mereka ada jam Penjaskes selain mapel lainnya. Anak-anak umumnya sejak pagi sudah berpakaian OR dari rumah dan sering sepakat tidak mau ganti saat mengikuti mapel lain termasuk saat bimbel atau les. Harusnya selesai OR mereka pakaian seragam biasa hari itu.
Anak-anak suka 'ngenyang' atau menawar dan guru pun tak dapat menolak, yang penting mereka mau belajar saja. Dinamika hubungan guru-siswa unik, sering seperti keluarga, orang tua dan anak, atau bahkan para siswa kadang ingin disikapi seperti teman.
Selesai jam terakhir anak-anak TKJ masih di sekolah. Ada jeda sekitar 30 menit untuk istirahat jelang les atau extra-lesson atau bimbel, jadwal mapel penulis. Setelah dari sekolah negeri, penulis segera pulang dan bersiap mengajar les ke SMKM. Saat keluar rumah, betapa kagetnya ada ambulan dengan sirene meraung. Penulis pun membuntuti. Ketika jelang pertigaan, penulis berpapasan dengan Pak H. Arief, yang juga pernah memimpin SMKM. Melihat ambulan itu, Pak Guru OR yang gagah itu berhenti dan teriak, anakku!
Pak Arif berbalik arah dan mengikuti ambulan itu, maka penulis pun mengikuti. Sesampai di UGD, penulis baru tahu bahwa yang di ambulan itu adalah salah satu siswa TKJ SMK, si Rafiah. Ia yang masih berseragam OR itu tadi pulang sebentar ke rumahnya, entah ada perlu apa. Sekembali dari rumah di perjalanan ke sekolah, ia menenui temannya yang juga bersepeda di depannya. Begitulah anak muda, si Rafiah pun menjajari dan ngobrol di jalan raya. Naas, sampai pada jalan yang agak menikung dari arah berlawanan ada truk. Ia yang di posisi agak ke tengah pun tertabrak dari depan, sedangkan teman yang dijajari tidak apa-apa.
Rafiah terpental dari sepeda dan tak sadarkan diri. Di UGD ia dinyatakan telah menemui ajalnya. Innalillaahi wainna ilayhi raaji'uun. Sesunghuhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya. Bila ajal telah tiba, maka tak dapat dimajukan atau pun dimundurkan. Rafiah meninggal dengan sebab kecelakaan tertabrak truk saat akan kembsli ke sekolah untuk mengikuti les yang penulis bimbing.
Qadarullah, ternyata sopir truk itu pun adalah tetangga penulis di kampung halaman, Cak Farhan. Ia selama ini hidup di daerah lain. Penulis ketahui hal itu beberapa hari sesudah kejadian dari teman yang kebetulan ada urusan di kepolisian.
Rafiah mendahului para gurunya termasuk penulis. Bahkan ia mendahului emaknya yang dijanjikan akan dihajikannya. Dari ucapannya itu, andai saja ia tidak meninggal dan lulus lalu dapat bekerja, pastilah tidak mudah untuk meng-hajikan emaknya. Orang barangkali bilang mana mungkin. Namun rupanya bila Allah berkehendak sesuatu terjadi, maka tetap akan terjadi. Qadarallaah...biarpun ia telah meninggal tetnyata emaknya Rafiah akhirnya dapat berhaji karena Rafiah.
Pihak persyarikatan dan sekolah sempat mendengar cerita emaknya tentang ucapan Rafiah kepadanya bulan puasa lalu itu. Oleh (khususnya) ketua persyarikatan (Bapak H.Sujudna) yang membina sekolah, maka ibu Rafiah didaftarkan haji dengan uang jasa raharja atas kecelakaannya dan dari santunan. Lebih dari itu, sejak ditinggal Rafiah si emak yang lebih banyak sendirian di rumah, hidupnya selalu dipantau dan dijamin. ...... Hingga akhirnya tahun 2019 saat keberangkatannya pun tiba. Kini emaknya Rafiah benar-benar menjadi Yuk Kaji!
Betapa Allah yang menciptakan tujuh langit tanpa retak mudah saja mengatur apa yang dikehendaki-Nya. Mas ya Allah.
*********
Jawharat Altawheed Hotel Makkah Al Mukarramah, Sabtu 22 Juni 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar