_______
Penulis bertemu untuk kali kedua dengan sesama alumni jamaah haji 2024 di masjid setelah jumatan. Dia yang ikut KBIH lain itu bersyukur melihat penulis yang tak lagi tampak pucat sebagaimana Jumat sebelumnya, yang saat itu baru beberapa hari tiba di tanah air. Penulis pun mengaku berusaha sehat, makan banyak ...he he , menjaga agar jangan ada fitnah setelah haji koq malah sakit. Cak Haji Syam tersebut setuju dan mendukung. Dia yang bukan orang kantoran seperti penulis, sebagaimana orang lapangan umumnya, beruntung memiliki stamina yang lebih kuat. Tidak ada cerita dia sempat sakit saat di Tanah Suci. Malah dia yang menjadi ketua regu (kebetulan sebagaimana juga penulis) sempat mengurusi anak buah yang sakit hingga dibawa ke RS Arab Saudi. Beda dengan penulis yang pernah diinfus sehari sebelum berangkat ke puncak haji di Armuzna, Arafah Muzdalifah dan Mina.
Kejadian diinfus itu tak terhindarkan diceritakan penulis pada kerabat dan teman yang berkunjung ke rumah. Ketika penulis sudah masuk kerja, ada yang masih ingin klarifikasi mengapa sampai sakit dan dicair begitu? Penulis bilang bahwa sebetulnya tidak serius amat kondisinya. Penulis hanya merasa tidak enak makan setelah jamaah shalat Maghrib, serta memang agak demam. Nah, kebetulan saat ituada dokter ke kamar penulis untuk mem-visit rutin jamaah sepuh yang sekamar, lalu penulis minta obat adem panas. Permintaan itu direspon dengan mengecek suhu badan penulis. Dilihat suhu pada angka 38, Bu Dokter itu langsung bilang bahwa ini harus diinfus, dicair. Penulis kaget, kesannya parah banget, meski memang lemes dan tidak enak. Pikir penulis, bila sampai diinfus, nanti apa kata dunia?
Hayoo ... besok ikut berangkat atau tidaak? Begitu peringatan Bu Dokter, seperti pada anak kecil he he.., saat penulis mencoba minta obat saja. Tidak dapat menolak, penulis akhirnya pasrah dan sudah diinfus oleh perawat sebelum isya'. Alhamdulillah tengah malam, suhh badan sudah dingin, turun panasnya. Betul juga tindakan preventif dan kuratif Bu Dokter. Panas segera reda dan terasa ada energi lagi. Esok malamnya, penulis sudah dapat mengikuti perjalanan ke kemah di Mina untuk ibadah tarwiyah, 8 Dzulhijjah, dan sudah memakai ihram sejak meninggalkan kamar hotel.
Hmm... andaikan hanya minum obat saja, mungkin panas badan penulis belum teratasi, apalagi bila tidak ada asupan yang masuk lewat jarum dan selang infus. Obat dan makanan lewat infus telah mengembalikan ke kondisi kesehatan yang baik. Alhamdulillah dan terima kasih pada tim kesehatan.
Selain cerita dari sisi medis, penulis menduga itu mungkin juga terkait obrolan penulis dengan istri. Maksudnya untuk memotivasi agar ibunya anak-anak lahap makan, penulis mengatakan bahwa makanan yang didapat dari catering selama ini selalu habis. Penulis memotivasi agar jangan menyia-nyiakan makanan yang diberikan, maka harus dirasakan enak semua. Barangkali karena agak berlebihan, penulis dibuat untuk merasakan bagaimana bila lidah sedang tidak dapat merasakan enaknya makanan. Wallaahu a'lam.
Rangkaian ibadah haji 40 hari di Tanah Suci tak dapat dilewatkan dan dilupakan begitu saja, meski sudah satu bulan berlalu dan telah beraktivitas kerja sebagaimana semula. Banyak hal yang perlu untuk terus dicerna, dipahami dan ditanyakan kepada ahliddzikri agar mendapatkan hikmah dan in sya Allah ini bagian dari ikhtiyar mencapai dan menjaga kemabruran. Allahummaj'alnaa hajjan mabruuran wassa'iyyan masykuuran waddzanban maghfuuran watijaaratan lantabuura. Allaahumma yassirna ziyaratal baytikal haram liiddaail hajja wal umrata. Aamiin.
_______
Lamongan, 27 Juli 2024
2 komentar:
Suka bacanya
Suka bacanya
Posting Komentar